On The Way

19.43 Rizka Ilma Amalia 0 Comments

Bel berbunyi.
Tetapi tidak satupun orang yang teriak "horee pulaang pulaang--kan saja aku pada Ibuku atau Ayahku~~" kemudian salto-salto.
Ya, jelas saja.. Aku kan sudah bukan lagi siswi berseragam, tidak ada lagi yang namanya bel pertanda istirahat, bel masuk kelas, bel kumpul dilapangan, bel pulang, dan yang paling membahagiakan adalah bel pertanda pulang cepat.
Itu bunyi bel yang berasal dari sekolah dasar yang letaknya bersebelahan dengan kampusku, ditambah lagi bunyi bel nya yang melengking, untung saja suara anak-anak yang berteriak "horee pulaang pulaang--kan saja aku pada Ibuku atau Ayahku~~" itu tidak terdengar, tetapi kami bisa melihat kalau mereka salto-salto. 

Hari ini tidak ada kuliah. Mungkin dikarenakan HARPITNAS (Hari Kejepit Nasional). Padahal jurusan lain pada masuk kuliah. Ah ya sudahlah ya tidak apa. Ada pepatah bilang; Dosen Meriang, Mahasiswa pun Riang. Haha. Aku bercanda.
Meskipun hari ini tidak ada kuliah, aku tetap ke kampus. Iya aku mengerti, sangat susah untuk menahan diriku ini yang sudah berkecimplung kedalam organisasi ini untuk tidak sibuk. Jangan khawatir begitu.. hari ini aku hanya rapat lalu pulang. Dan aku berharap dijalan pulang aku tidak bertemu dengan teteh yang kemungkinan besar akan menagih uang pulsaku tadi malam. Oh no...

gambar dari sini

On the way...
Aku melangkahkan kaki keluar Kampus berjalan di bawah murkanya sang raja siang. Sesekali menghapus butir-butir keringat, sebelum mereka masuk ke mata dan mulut. Pernah aku kalah cepat dengan butir-butir keringat itu dan mereka berhasil masuk, asin. Sial. -_-
Sial.... kenapa harus sebutir-dua butir yang masuk, harusnya lebih banyak supaya hilang dahagaku. Terik sekali... membuat tenggorokanku jadi kering, bibir pecah-pecah, dan bau mulut. Haah! Tidak biasanya Kota ku panas terik seperti ini, biasanya Kota ku lebih panas terik menggelegar cetar luaaaarr biasaaaa dari pada ini. Yeah! \m/
Heey.. Aku tidak sedang bercanda. Ini serius. Entah kenapa Kota ku bisa sepanas ini...
Di sela-sela langkah menuju wadah tinggalku, aku memikirkan sebabnya. Mungkin saja ini karena do'a dari para jomblo yang nggak ada kerjaan dan mengisi waktunya dengan mencuci baju sehingga meminta diturunkannya panas ke muka Kota ini, agar jemuran mereka cepat kering. 
Mungkin itu sebagian kecilnya, sebagiannya lagi mungkin karna perbuatan petinggi-petinggi Kota ku, perlakuan perwakilan rakyat yang hari demi hari meniti dosa. Memang semua manusia pasti pernah melakukan dosa, akupun, tapi ini kantung langit Kota ku, Kota kita tidak cukup menampung semua maksiat sehingga ia meluapkannya. Mari bertaubat. Istigfar..Astagfirullahaladziim. Astagfirullahaladziim. Astagfirullahaladziim.

Tinggal sebentar lagi langkahku mencapai singgasana, sekitar 300 detik. Kakiku sedang memijak kawasan tempat dimana semua kendaraan umum antar Kota dan Daerah ini berkumpul. Terminal Pakupatan, begitu disebutnya. Jikalau teman-teman kesini dan memperhatikan, teman-teman akan melihat begitu banyak kabut-kabut hitam yang sepertinya bisa menghubungkan kalian kedalam dunia lain. Aku ingin coba memasuki kabutnya, mungkin lain waktu. Siapa tahu aku bisa terhubung kedalam sisi hati'mu' yang lain.
Ah tidak, kabut hitam itu tidak se'romantis itu dan tidak magic. Ia hanya membuat udara bersihku cacat, menyesakkan hidungku dan sistem pernafasanku yang lain. Juga hanya membuat hidungku memproduksi kotoran hidung maksudku (maaf) upil yang begitu banyak. Mungkin dalam satu hari hidungku bisa memproduksi kotoran hidung sebanyak lima kilogram. Kalau saja kotoran hidung ini bisa berguna, dijadikan cemilan misalnya. Aku akan memasukkannya kedalam bungkusan plastik kecil lalu menjualnya, kemudian aku akan menjadi kaya dan menguasai dunia huahahahahaha.
Oke lupakan. 
Aku tidak suka sebenarnya melalui tempat ini apalagi dengan berjalan kaki. Bukannya aku takut dengan preman atau om-om mesum dan sebagainya, aku karateka, setidaknya aku tahu bagaimana cara mematahkan tangan, kaki, leher orang, tapi tidak untuk hati. Aku hanya risih, walaupun aku karateka, aku ini masih dalam lingkaran gadis belia, tidak nyaman rasanya digoda seperti itu. Seperti ini; mereka para maniak keledai itu bisa mengeluarkan suara-suara "huusshh.. huusshh.." memangnya aku ayam di "hushh hushh"-in gitu? juga suara bersiul-siul, memang kalian kira aku burung apa, huh? :(
Teruntuk kalian maniak terkutuk... berhentilah bertingkah seolah-olah kami yang hanya ingin sekedar lewat ini hewan yang bisa kalian jinakkan. 
Satu lagi tantangan terberat berjalan kaki dan melewati tempat ini. Ojek.
Ojek ini termasuk momok yang mengerikan juga, karena tarif mereka yang mencapai galaksi bima sakti. Ketika langkah cantikku sudah mendekati perkumpulan ojek, ojek-ojek itupun berebut datang padaku menawarkan jasanya; "neng ngojek? |  "nggak" | "Ngojek aja yuk neng, panas"  | "oke. gratis ya bang"  | *kemudian para ojek pergi dengan sendirinya*
Itu tadi sebagian dari "The power of gratis".
Ojek memang menarik, tapi isi dompet tidak boleh ditarik. Harus irit! Hmmph! -..-"

Lagian sebentar lagi aku sampai. Tinggal melewati jembatan kecil yang sudah rapuh itu, bismillah! Aku bisa melewatinya dengan cepat walaupun ia kecil dan rapuh. *wuusshh*wuusshh* Aku hebat hohoho~ *gaya pahlawan bertopeng*
Heyyah sedikit lagi. Aku tinggal lurus, belok kanan, luruuus hingga melewati tiga gang, di gang ke 4 belok kiri, daan... Taak! Sampaaai! I am home~~ (ToT)
Aku lelah...
Selamat beristirahat fans...



Peluk hangat,
Rima.

You Might Also Like

0 komentar:

Sudah selesai membaca? Terima kasih! :)
Komentar, yuk!
Sesungguhnya, sedikit komentar dari kalian akan berpengaruh besar untukku.

Rima bersabda:
"Barang siapa yang memberikan komentarnya dengan tulus dan ikhlas, maka akan dilipatgandakan jumlah viewers blognya."