Obrolan Tentang Ayah

02.20 Rizka Ilma Amalia 38 Comments


Waktu itu, sudah masuk minggu ke 2 aku liburan di Jawa Tengah. Berhubung di Bangsri aku sering kesepian (kalau yang belum tau ceritanya bisa baca di sini), jadi aku memutuskan untuk ikut ke Semarang sama Ibu. 

Kamu tahu tidak apa yang lebih menyenangkan dari bertemu hari Minggu?

Iya, benar sekali! "Bertemu dengan hari Senin".

Apa kamu pikir itu tidak menyenangkan? Kamu salah. Justru itu menyenangkan karena kamu bisa bertemu hari-hari setelah hari Minggu, itu artinya kamu masih diberi kesempatan untuk bernapas sama Tuhan, masih diberi kesempatan untuk bertaubat. Gitu.

Hari senin, ini jadwal Ibu untuk bertemu dengan dosen pembimbing siang nanti. Sesuai kesepakatan tadi malam, aku akan ikut untuk menemani. Namanya juga orang tua, suka tidak tega membangunkan anaknya yang sedang tidur. Aku pun bangun kesiangan. Tidak ada omelan dari Ibu, langsung kusegerakan mandi. 

Nggak ada yang istimewa dari perjalanan kami ke kampus. Sederhana saja, dengan berjalan ke depan perumahan hingga mendapati angkot. Tidak terlalu jauh, sekitar 20 menit kami turun dari angkot. Tidak langsung di depan kampus, kami perlu naik becak atau berjalan kaki untuk sampai ke kampus. Aku dan Ibu memilih yang ke dua. Jarak dari tempat kami diturunkan sampai ke kampus lumayan dekat, kurang lebih.. nggg.... kurang lebih nggak tau berapa meter, nggak bawa penggaris soalnya. :(
Aku pikir tidak ada salahnya jalan kaki. Hitung-hitung sambil olahraga, udah lama nggak olahraga. Duh, jadi kangen latihan karate. :(

Ngomong-ngomong, kenapa emotnya :( terus.. :(

Singkat cerita, dengan jurus seribu bayangan, aku dan Ibu sampai di kampus dengan tepat waktu. Sampai di sana, aku dan Ibu duduk di kursi yang ada di lorong untuk menunggu seseorang, sebut saja dia Mas Sapri. 

Hal apa sih yang biasaya kamu lakukan saat sedang menunggu seseorang?
Kalau aku, sambil menunggu Mas Sapri, aku membaca novel "Cerita Buat Para Kekasih" karyanya Mas Agus Noor. Demi kaus kaki neptunus! Ini novel keren badai. Ceritanya memang agak dewasa, tapi sumpah ini keren bangeeet. Kamu harus baca. Haha. Aku mau saja sih meminjaminya ke kamu, tapi masalahnya novel ini juga hasil pinjaman punya teman saat UAS kemarin yang malah kebablasan kebawa sampai liburan. Pfft~

Sambil membaca novel, sesekali kulirik Ibu di sebelahku yang sedang sibuk dengan telepon genggamnya. Sibuk menghubungi Mas Sapri, sepertinya. Lima menit.. Sepuluh menit sudah terlewati, Mas Sapri tak kunjung datang juga. Kulihat kembali, sepertinya Ibu sudah lelah dengan telepon genggamnya. Beliau memanggilku, "dek". Ku jawab saja seadanya "hmm", ucapku, dan menurutku ini bukan jawaban. Seperti biasanya Ibu tak mempersalahkan tanggapanku yang seadanya itu. "Dulu Ayah kuliahnya di sini juga loh", Ibu mulai bercerita. Aku tidak menanggapinya, hanya melepaskan pandanganku dari novel berganti ke Ibu.

Kalau kamu mau tahu, sebenarnya ini kesekian kalinya Ibu menceritakan hal yang sama. Tapi sungguh, aku tak pernah mempersalahkan itu. Bagiku menyenangkan bisa mendengarkan apapun yang diucapkan oleh Ibu. Termasuk omelannya. Hahaha. Itu terbukti dengan aku yang sering mengganggunya, ketika Ibu sedang membaca buku atau apapun, demi untuk mendengar omelannya. Kalau sudah begitu, biasanya Ibu tidak mau kalah, ia membalasku. Dan kemudian adegan saling 'mengganggu' itu dimenangkan oleh Ibu. Aku selalu kalah. -_-

Sewaktu aku kecil, Ibu lebih sering menceritakan tentang dongeng Cinderella, Kancil Mencuri Timun, Timun Emas, Timunnya Kancil yang dicuri Cinderella, dan lainnya. Sekarang Ibu tidak menceritakan tentang dongeng lagi, namun lebih sering menceritakan tentang kehidupan, masa lalu, masa sekarang, ataupun masa depan. "Dulu kampus UNDIP yang di sini ramai banyak mahasiswa S1 nya, tapi sekarang sepi. Semua Mahasiswa S1 pindah ke kampus UNDIP yang ada di Tembalang, sekarang kampus UNDIP yang di sini cuma dipakai sama Pascasarjana dan Mahasiswa S3 saja", sepertinya yang sekarang ini Ibu akan flashback, bercerita tentang masa lalunya. 

Kulihat di sekelilingku, area kampus ini memang sepi. Hanya ada segelintir Mahasiswa yang mungkin keperluannya sama seperti Ibu, bertemu dosen pembimbing. Kalau mau cuci mata aku sarankan jangan ke kampus UNDIP yang Pascasarjana dan S3 ini, nggak akan ada yang bening-bening, maksudku jarang, kalau pun ada ya itu sayur bening bisa kamu tebak usianya berapa. 

"Dek, dulu temen-temennya Ayah itu ganteng-ganteng lah", entah kenapa pembahasannya jadi melenceng gini.
Dalam hati aku berteriak, "YA TERUS KENAPAA KALAU GANTENG-GANTENG?", tenang saja cuma dalam hati kok.
"Lah terus maksudnya apa? Ayah jelek sendiri gitu?", ucapku sekenanya.
Ibu tertawa, "Ya nggak gitu, Ayah juga ganteng kok. Dulu Ayah itu kurus kayak sekarang, rambutnya gondrong segini", sambil menggerakkan tangannya ke bahu. Aku hanya tertawa.

Apa bagusnya coba rambut gondrong sampai sebahu gitu? Iya mungkin itu trend pada masanya, okelah. Sekarang Ayah memang kurus banget, mungkin karna penyakitnya, ya kamu tahu saja diabetes itu bagaimana. Suka sedih kalau sedang memijat Ayah, yang kupegang langsung tulangnya. Kalau kamu melihat Ayahku, mungkin terlihat seperti hanya tulang dan kulit, serta daging yang tidak begitu banyak. Tak apa pikirku, yang penting Ayah sehat selalu. Tapi dulu Ayahku sempat gemuk loh, punya perut yang bulat kayak badut. Hihihi. :')

Ibu kembali melanjutkan ceritanya, "Tapi Ayah itu baik. Waktu Ibu lagi hamil, Ayah yang cuci baju, tapi Ibu yang jemur bajunya. Soalnya takut jadi omongan tetangga kalau lihat suami yang kerja." Peduli banget dengan omongan tetangga. Coba kamu perhatikan, apa coba yang salah? Wajar saja gitu kan istri lagi hamil, ya nggak boleh terlalu capek. Lagian laki-laki juga harus bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Setidaknya itu akan berguna kelak saat istri kamu sedang hamil atau sedang sakit. Ya tapi setiap orang punya pola pikir yang berbeda-beda sih, mungkin ada yang bilang "Ah buat apa repot-repot mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti itu, tinggal cari pembantu saja, beres." Iya kan ada?

"Ayah juga orangnya nggak jijikan. Dulu waktu Rima masih bayi, kalau eek Ayah yang bersihin kotorannya." Walaupun ini cerita yang sama kesekian kalinya, diam-diam aku masih terpana. Dibalik sifatnya yang keras, ternyata sebegitu sayangnya Ayah sama aku, sama anak-anaknya.. "Maklum dulu kan belum ada yang namanya pampers, jadi pake kain gitu, jadi kainnya yang dicuci Ayah. Yaa kalaupun ada pampers juga nggak bisa belinya. Haha.." Menurutku ini nggak lucu, tapi Ibu tertawa. Aneh, tapi aku ikut tertawa. Aku sarankan kamu juga tertawa, ya.

Aku lihat Ibu semakin bersemangat ceritanya, "Tapi Ayah itu nggak pernah sama sekali mau berurusan sama dapur. Dari awal nikah sama Ayah sampai sekarang, sama sekali nggak pernah liat Ayah masak." Lagi-lagi aku tertawa.

"Hahaha sama sekali, Bu? Ah, masa sih?", bukannya nggak percaya, aku hanya memastikan saja.

"Yaa paling cuma matiin kompor aja, sih, kalau Ibu lagi ke kamar mandi. Tapi beneran deh, mana pernah Ayah masak. Masak mie juga nggak pernah. Ayah itu ya, dia lebih milih beli makanan dari pada masak." Ibu berusaha meyakinkanku. "Sampai-sampai waktu Ibu lagi sakit, ya dek Rima kan tau Ibu kalo sakit sampai nggak bisa bangun gitu. Ayahnya sampai bilang gini; 'Kamu jangan sakit-sakit lagi ya.. Kalau kamu sakit rumah jadi berantakan... Mending Aku aja yang sakit, jangan kamu.'" Ini part yang bikin hidung Ibu kembang-kempis, yaampuun Ibu tersipu malu! Aku tidak bisa menyembunyikan senyumku. Kamu juga boleh senyum, kok. Jangan ditahan-tahan. Cieee senyumnya manis banget sih. :)

"Pokoknya Ayah itu nggak akan mau berurusan sama dapur. Nggak bisa. Tapi kalo kamu suruh Ayah bersih-bersih, cabut rumput, bersihin sampah, segala macem mah jago dia. Kalau ada lomba paling rajin, pasti Ayah yang menang. Hahaha." Aku lihat Ibu semakin berapi-api. Tanpa basa-basi, aku langsung menelepon pemadam kebakaran, "Halo? Pak, tolong Ibu saya kebarakan."


Tidak lama dari itu, Mas Sapri datang. 

Ibu yang berniat melanjutkan ceritanya lagi pun mengurungi niatnya tersebut. Ibu memang suka sekali bercerita. Berbicara, lebih tepatnya. Mungkin dalam bahasa halusnya bisa disebut cerewet. Eh, itu bahasa halus bukan sih?
Tapi meskipun cerewet, Rima sayang banget kok sama Ibu. Mwah. Hehehe.

Setelah berbincang sebentar, Mas Sapri pun pamit sambil membawa buku yang diberi Ibu. Langsung habis itu Ibu menemui dosen pembimbingnya.

"Lah, terus Mas Sapri itu siapa, Rim? Bukan dosen pembimbing?"
"Hahaha ya bukanlaah, Mas Sapri adalah petugas pemadam kebakaran tadi."
"Ah, serius? Masa sih??"
"Bukan, Mas Sapri cuma teman Ibu saja kok."
"Cieee teman apa temaaaan? Ihiy~ Ciee ciee ciee~"
"....."

Ahelah, kepo beud apa yak sama Mas Sapri?! Tanya aja sendiri sono ke orangnya. Kalau masih bingung juga, nggak tau mau tanyanya kemana, search aja di facebook "ShApRi!ee yAn9 cLluU TelChaqiiTTieEe pOlLbEkK eEeAa4 q4Q@aA."



Pasti nggak akan ketemu.

You Might Also Like

38 komentar:

  1. wahahaha, lucu ceritanya..
    sama seperti layaknya seorang ayah, nggak jago di dapur tapi jago rumput-rumputan :)
    nama fb sapri kampret juga ya -___-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lucuan mana sama yang nulis ceritanya? :'))
      Siapa? Kamu? Hahaha :D
      Iya, emang. Maapin aja yak. :3

      Hapus
  2. Ceritanya lucu.. sifatnya mirip sama nyokap gue sendiri! :)))

    BalasHapus
  3. Hahaha... Ayah yang sangat bijak.Aku pernah memiliki niat begitu, nggak mau belajar masak. Supaya kelak kalo udah nikah, sang istri jadi "kebutuhan pokok" orang yang paling dibutuhkan. karena kalo semuanya bisa dilakukan sendiri, masak, nyuci, dsb, kita malah kurang menghargai keberadaan pendamping. *kok malah curcol*

    btw, aku singgah cuma biar dapet kalimat, "Cieee senyumnya manis banget sih. :)" itu doang sih. xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaampun niatmu, Mas. Sangat mulia. :))

      "Cieee senyumnya manis banget sih." - Tuh. Hahaha :D

      Hapus
  4. Kangen Ayah deh jadinya, kangen Ibu juga sih setelah baca tulisan ini. Baiklah saya temui mereka sekarang. Ehhh.... ini mah udah jam 2 malem, takut ganggu mereka yang lagi bersenang-senang :)

    BalasHapus
  5. Barusan gue cari di Facebook nggak ada namanya. :/
    Hahaha. Gue ingetnya Sapri yang di Pesbukers.
    Duh, sedih bacanya. :( Sehat selalu ya, Rim, buat ayahnya. Buat sekeluarga juga. Aaamiiinn. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya banget sih, Yog, sampe dicari-cari segala. :/
      Hahaha. Iya, emang pas ngasih nama buat tokoh itu ingetnya si Sapri Pesbukers.
      Akhirnya.. ada yang sedih juga baca ini. :')
      Aaamiiinn. Terimakasih yaa, Yogaa. :))

      Hapus
  6. Oh Alumni UNDIP Semarang toh Mamah papah kamu.
    Mamah lagi bernostalgia ternyata.. #Loh mamah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, nih. Flashback. Hahaha, Ibu bukan mamah. :p :))

      Hapus
  7. Sama kayak Yoga, gue juga malah fokusnya ke Sapri yang ada di tipi itu :D
    Gak mau banyak komen soal ayah. Mungkin buat semua anak, ayah itu adalah pahlawannya, bahkan lebih. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha iyee emang ngambil namanya dari Sapri itu kak. :))
      Yep, benar sekali. :)

      Hapus
  8. Gue termasuk orang yang senang sekali mendengar orang tua kita saat berbicara tentang masa lalunya sama kita. Hahaha. Qtime bgt deh pokoknya.

    Btw ayahnya layak menjadi seorang pria sejati ya. Karena biasanya pria sejati ga jago soal dapur. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa.. Quality time banget. :))

      Hahaha pasti karna Masnya juga gak jago di dapur kaan? :p

      Hapus
    2. Yah, kok, gampang banget ketebak? :(
      Masukin list apa, Rim?

      Hapus
    3. Iya,dong. Kan aku dukun. :))
      Itu list blogwalking. Hahaha.

      Hapus
  9. Emang, ya. Rima selalu buat pembaca nano-nano. Pangeran sempet sedih. Sempet ketawa, sempat prihatin. Keren, deh.

    Semoga ayahnya sehat selalu dan keluarga juga.

    Keren, ya. Punya ayah yang setangguh itu. Tapi sayang, kok gak suka ke dapur, ya. Coba tanyaain, ayah pernah trauma apa ke dapur? :D

    Kerennya lagi, ibu Rima masih tetep melanjutkan pendidikan.

    Pokoknya cerita Rima kali ini. Buat pangeran kangen rumah. "Hiks.."

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaampuun terima kasih Pangeraan. Tulisan Pangeran juga keren, loh. Kagum. Seneng banget kalo tulisan aku dikomen Pangeran~ :3

      Aamiin yaa robbal alamiin.

      Iya, ntar ditanyain. :D

      Hehehe, iya, beliau yang sudah berumur aja masih semangat buat belajar. Kita yang muda harus lebih semangat lagi. Sip. :)

      Jangan sedih, Pangeran~ "Hiks.." Hayuk pulang.. O:)

      Hapus
  10. Semoga ayahnya di beri kesehatan. Btw saya salah fokus pas baca sapri2 gtu saya mengira sapri facebooker
    Hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh bukan ayahnya aja deh semua keluarga mba rima

      Hapus
    2. Iya banyak yang bilang gitu :D Hahaha

      Aamiin.. terima kasih.. Semoga Sehat selalu juga buat keluarga kak Andri ya~ \o/

      Hapus
  11. Ayahnya suami idaman banget ya, sama kaya aku *ehh

    Orang tua mah suka gitu, nyapnyap ngomongin masa lalu meskipun kita gak minta, entah apa maksudnya hehehe

    Btw, ayah kamu masih ada kan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah, masa? *ehh ._.v

      Supaya kita tau sejarahnya. Mungkin. Hehehe~

      Alhamdulillah, sehat wa alfiat~ :)

      Hapus
  12. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  13. baru pertama komen disini salam kenal ya kak^^

    Emang kalau ibu sakit rumah jadi berantakan.. terharu sama kata-katanya ayah kakak ~_~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai! Selamat datang, Rizki. Semoga nggak kapok ya.. Salam kenal juga ^^

      Hehehe iya benar syekalii~

      Hapus
  14. hai salam kenal yaaa!
    btw ceritanya lucu heheheh

    semoga ayahnya lekas sembuh ya :3
    aku jadi kangen ayah jadinya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haai salam kenal juga! \o/
      Makasih hehe :)

      Aamiin.. Semoga ayah kakak juga sehat selalu yaa :)

      Hapus
  15. ternyata nggak cuman aku ya yang dicritain soal masa muda Ibu dan kisah percintaan ibu dan Ayah..lucu jaman dulu yahh...jelas aja Ayahnya cakep khan anaknya juga cakep niiiih..hihihihi...

    salam kenal ya, kayaknya baru sekalinya kesini nih :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa ^^
      Yaampuun. Makasih kak Mey. :*

      Salam kenal jugaa. Ehehe kakak udah pernah mampir kok. Lupa yaaa? :D

      Hapus
  16. Ha-ha. Jangan-jangan kita sodara, nih. Soalnya ibu kita samaan. Haha. Suka cerita. Dulu waktu kecil judulnya seputar Abu Nawas, Kancil, juga dongeng-dongen nusantara plus cerita nabi-nabi. Kalau sekarang, lebih suka cerita masa mudanya juga. Aih. Aku jadi kebawa suasana, nih.

    Aku jg ikut sedih si Ayah lagi sakit. Diabetes lagi. Duh.. Yang sabar, ya. Rawat Ayah baik-baik, hehe :) semoga lekas sehat...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha. Bisa jadi, ayo coba kita cek DNA. x))

      Aamiin. Semoga Ayah kamu juga selalu diberi kesehatan, ya. Terima kasih.. :)

      Hapus
  17. Balasan
    1. Alhamdulillah nggak botak, tapi dia masak aeer~ :p

      Hapus
  18. Terima kasih infonya :)
    http://clayton88.blogspot.com | http://goo.gl/Ie7IEb | http://goo.gl/eQV9d3 | http://bit.ly/1sUU8dl | http://goo.gl/CI4bLf | http://goo.gl/lNMX3D | http://bit.ly/1NM7v7j | http://goo.gl/cAQcMp | http://goo.gl/97Yn1s | http://goo.gl/tw2ZtP

    Kumpulan Berita Menarik
    Berita Menarik
    Artikel Aneh Unik
    Berita Lucu
    Artikel Misteri Dunia
    Blog Dofollow
    Tips Menarik

    www.Babapoker.com

    Agen Poker
    Agen Poker Online
    Agen DominoQQ
    Agen Capsa

    www.Master138.net

    Bandar Bola
    Situs Bola
    Agen Tangkas
    Agen Bola
    Agen Casino Online
    Bandar Casino Online Terpercaya

    www.BapakPoker.com

    Agen Poker
    Agen Poker Online
    Agen Poker Terpercaya

    www.Axioobet.com

    Agen Casino
    Agen Bola
    Bandar Casino
    Bandar Bola
    Situs Taruhan Bola

    www.Ingatpoker.com

    Agen Poker
    Agen Poker Terpercaya
    Agen Poker Online

    BalasHapus

Sudah selesai membaca? Terima kasih! :)
Komentar, yuk!
Sesungguhnya, sedikit komentar dari kalian akan berpengaruh besar untukku.

Rima bersabda:
"Barang siapa yang memberikan komentarnya dengan tulus dan ikhlas, maka akan dilipatgandakan jumlah viewers blognya."