Nggak Punya Identitas

02.07 Rizka Ilma Amalia 28 Comments

Setiap orang memiliki identitas. Itu artinya, setiap yang memiliki identitas adalah orang. Dan yang tidak memiliki identitas adalah...

malaikat.

Kok, malaikat? Karena malaikat tidak punya KTP, KTM, KTS, SIM, STNK, dan Kartu Perpustakaan.

Bebas.

Sedikit kabar gembira untuk kalian, kalau aku, saat ini adalah malaikat. Malaikat tak bersayap. Anti kerut. Anti bocor. Charm... *eh* kok, malah.... Asudahlah.

Jadi, begini. Aku coba pakai modus yang sederhana.
Rima adalah malaikat.
Malaikat tidak punya identitas.
Kesimpulannya, Rima tidak punya identitas.

Lalu, apakah identitas hanya berarti KTP, KTM, KTS, SIM, STNK, dan Kartu Perpustakaan? Hmm. Tidak juga. Tapi aku mau cerita tentang identitas dalam bentuk tersebut. Ingin membacanya? :)

***

Sabtu, 24 Oktober 2015.
"Maaf, Mbak. Ini antrian kereta Kalimaya atau Patas?"
"Patas, Mbak. Yang Kalimaya itu sebentar lagi udah mau berangkat."

Oke. Aku dan Hanum ketinggalan kereta yang pertama kalinya. Akhirnya kami naik Patas yang harga tiketnya perlu kusyukuri. Jauh lebih murah daripada Kalimaya. Dan... jauh lebih lama sampainya daripada Kalimaya. Omaigat.

Tujuan kami adalah Pasar Pagi. Aku lupa turun di Stasiun mana. Ya sudahlah, ya. Intinya aku sudah sampai di Pasar Pagi.

Namanya juga pasar, ya, tujuan kami adalah belanja. Belanja untuk usaha kecil-kecilan yang Hanum dan aku buat bersama. Cie. Cie. Cie.

Berisik.

Jam satu siang. Aku ingat di toko terakhir, ketika sedang memilih barang....
"Ih, apa, sih?" kataku jengkel. Lalu menoleh ke belakang. Menatap sinis orang yang nggak merasa bersalah sudah mendorong-dorongku. Dia diam saja. Ya sudahlah, biarkan saja. Tidak sengaja, mungkin.
"Kenapa, Rim?" tanya Hanum.
"Itu, orang tadi dorong-dorong."
"Ooh. Gimana? Milihnya udah, Rim?"
"Udah, yuk. Bayar, Num. Dompetnya di tas saya, nih." Kemudian Hanum merogoh tas aku untuk mengambil dompet.
"Loh, kok, tasnya kebuka, ya, Num?"
"Nggak tau. Tadi udah kebuka, Rim."
"Ooh." Aku tidak mikir apa-apa. Hanum mengambil beberapa lembar uang dari dompet usaha dan menyerahkannya ke penjual. Setelah itu kami balik ke stasiun dengan naik angkot.

Jam tengah dua, angkot berhenti di depan stasiun. Kami pun turun. Aku merogoh tas untuk mengambil uang yang ada di dompet pribadi aku. Sulit sekali mengambilnya. Terlalu banyak barang di tas ranselku.
"Num, talangin dulu, ya. Susah, nih, nyarinya," kataku sambil masih terus mencari.
"Oh, ya udah."
Selesai membayar, Hanum balik lagi ke aku.
"Kenapa, Rim?"
"Num... kok, nggak ada, ya...." Aku mulai panik. Keringat dingin perlahan membasahi keningku. Dan jantungku berdebar-debar kencang. Apakah ini yang dinamakan cinta?
"Coba cek lagi pelan-pelan, Rim."

Aku pun mengulanginya lagi pelan-pelan. Dan perasaanku mulai nggak enak.

"Num... nggak ada."

Yak. Dompet aku benar tidak ada. Yang ada hanya dompet usaha. Saat itu aku sudah nggak tahu harus apa. Pikiranku sudah ke mana-mana. Dilema antara kereta yang ke Serang sebentar lagi akan berangkat dengan keberadaan dompetku yang aku yakini hilangnya di toko terakhir kami belanja tadi. Kulihat Hanum tetap tenang menghadapi aku yang udah nggak sanggup lagi membendung air mata. Orang-orang mulai menatapku penasaran.
"Kenapa, Mbak?" Aku hanya diam dan masih menangis.
"Dompetnya hilang, Mas," kata Hanum.
"Ooh. Hati-hati, Mbak, memang banyak pencopet di sini. Kemarin aja ada yang habis kecopetan."

Santai sekali bicaranya. Mungkin memang sudah biasa di Ibu Kota ini. Namun, untuk orang baru seperti aku? Yang baru saja kehilangan laptop beberapa minggu yang lalu? Ah. Sulit diungkapkan....
"Mau balik lagi, Rim?"
"Keretanya?" tanyaku lirih.
"Gapapa."

Aku dan Hanum pun balik lagi ke Pasar Pagi, tepatnya di toko yang terakhir. Aku curiga dengan orang yang mendorong-dorongku tadi. Astagfirullah....

Sampai di sana, orang yang mendorongku itu sudah tidak ada. Entah. Aku juga lupa orangnya yang mana. Yang jelas perempuan dan tidak berjilbab. Aku mencoba tanya ke penjaga toko tersebut, apakah ada dompet yang tertinggal, dia menjawab tidak ada. Aku sudah menyerah. Suasana Jakarta yang panas, pasar yang ramai, serta deru kendaraan yang bising membuat emosiku semakin memuncak.

Aku tidak tahu harus apa. Pikiranku terpaku pada isi dompet yang bukan main semua hal penting ada di sana dan wajah orangtuaku yang pasti bakal kepikiran dan jadi beban mereka. Lagi....
Saat itu aku ingin lapor, tapi tidak tahu kantor polisinya ada di mana. Ingin blokir kartu ATM, tapi tidak ada! Bank yang buka di hari Sabtu. Satu-satunya saran yang diberi Hanum; aku harus telepon orangtuaku saat itu juga.

Kami berdebat. Aku tidak ingin menelepon orangtuaku. Aku nggak tahu harus ngomong apa. Sedangkan Hanum kekeuh menyuruhku untuk menelepon Ayah atau Ibuku.
"Telepon, Rim. Kita sama-sama nggak tahu harus gimana. Seenggaknya, kalo telepon Ibu atau Ayah kamu kan nanti dapet saran."

Akhirnya aku mengalah. Dengan susah payah aku mengumpulkan keberanian untuk berbicara di telepon.
"Assalamualaikum, Ibu."
"Waalaikumsalam. Ada apa, Dek?"
"Ibu..." aku tercekat. Suaraku tiba-tiba tidak bisa keluar. Terlihat lebay, tapi sungguh. Aku hanya bisa terisak.
"Ngapain nangis? Pasti ada apa-apa lagi ini. Kenapa?!"
"...."

Sampai Ibuku di seberang telepon mengomel. Akhirnya aku berani bilang.
"Maafin Rima, Bu. Dompet Rima hilang...."

Yak. Selanjutnya kalian tebak sendiri seperti apa. :')
Nyesek banget rasanya. Ketika aku belum bisa ngasih apa-apa buat orangtua. Bukannya bantu, malah nyusahin orangtua. Bukannya bikin bangga, malah bikin kecewa. Sesungguhnya, aku nggak bermaksud begitu. Siapa yang ingin menyusahkan orangtua? Tidak ada. Aku pun sama seperti kalian. Ingin bisa membahagiakan orangtua. Maafin Rima, Bu. Maafin Rima, Yah.

Aku rela dimarahi seperti apapun. Aku memang salah. Aku pasrah.

Jam tengah tiga. Aku dan Hanum balik lagi ke stasiun. Kali ini benar-benar untuk pulang. Di sepanjang perjalanan pulang aku hanya diam, Hanum juga. Sesekali aku menangis, Hanum hanya menjadi pendengar yang baik. Meskipun yang didengarnya hanya isakan tangis. Sejauh ini Hanum yang terbaik. Terima kasih, Nume. :)
Ya udah. Bacanya nggak usah sambil cengengesan gitu juga apa, Num. :p

***

Begitulah cerita tentang seorang Rima yang kehilangan dompet, sama dengan kehilangan KTP, KTM, KTS, SIM, STNK, dan Kartu Perpustakaan. Oiya satu lagi, kehilangan uang. Ha~

Sampai pada saat postingan ini ditulis pun aku masih belum punya kartu identitas lagi. Semuanya masih diurus. Dan FYI aja, sih. Ngurusnya ribet. Banget. Lebih ribet dari ngurusin berat badan. Aku musti bolak-balik Serang - Lampung, nih. Yowislah, nikmati saja~

Mohon doakeun. Semoga cepat kelar urusan buat KTP, SIM, dan STNK-nya. Terima kasih! ^^

Pesan moral:
1. Hati-hati kalau berpergian di tempat ramai atau tempat yang rawan copet. Kalau memakai tas, tasnya taruh di depan atau di dekapan kamu. Jangan taruh tas di belakang.
2. Kalau menyimpan uang jangan di satu tempat. Pisahkan. Biar kalau kehilangan, tidak hilang sekaligus. Setidaknya masih ada pegangan.
3. Dengar apa kata teman. Kalau untuk kebaikan kamu, kenapa tidak untuk diikuti? Jangan kayak aku yang nggak dengar apa kata Hanum. Hanum bilang, "Tasnya dikedepanin aja. Jangan di belakang." Tapi masih saja aku taruh di belakang. Huffed~ :')
4. Jangan pernah bohongi perasaan sendiri. Jujur itu lebih baik, bukan?


You Might Also Like

28 komentar:

  1. kalau saya paling sering adalah ngelakuin poin 1&2 mbak.

    BalasHapus
  2. Gue pernah kehilangan dompet, gini, bukan dicopet, tapi dijatohin sendiri.. *gak sengaja
    emang waktu itu gue juga kayaknya lagi niat jadi malaikat,, malaikat pencabut nyawa,,,hahaha
    bedanya dompet gue ditemuin orang gitu, singkat cerita, itu orang akhirnya minta tebusan..
    gimana gue mau ngambil uang, lah semua KTP,SIM, STNK, ATM, juga disitu..
    akhirnya gue bilang lewat telpon.. (no.hp gue gue taroh di dompet sih.. jaga-jaga )
    gue minta KTP, ATM, sama SIM dulu.. uang, stnk, dll silahkan pegang dulu..
    itu trik gue, jadi gue cuma bikin STNK doang baru, daripada bayarin tebusan, yang lebih mahal daripada buat stnk baru..hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahhorangkayaahh jatohin dompet sendiri. :p
      Wkwk. Cabut aku dong, mas. Cabut gigiku maksudnya. :|
      Wkwkwk. Padahal mah gausah minta tebusan juga pasti bakal kita kasih, ya. Saling memahami aja. :')

      Hapus
  3. Pesan moralnya oke banget tuh, aku juga suka ngelakuin yang nomor 2. Buat jaga" aja :))

    BalasHapus
  4. Kayaknya besok-besok nggak usah bawa dompet deh. Lipet2 duit masukin ke celana aja. Kayaknya lebih aman.

    Atau, pegang uang ke mana-mana. Dipegang.

    Sekian komentar untuk bidadari tanpa sayap, anti kerut, anti bocor, tipis xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha. Ya, yang penting gak ceroboh kayak aku aja, sih. :')
      Gapapa tuh taro di kantong. Asal kantongnya juga dalem, nggak pendek. Biar uangnya nggak jatoh. ^^

      Yekali dipegang. Kek bocah.

      Paan, siiiik? Hahaha.

      Hapus
  5. Ayooo kepasar beli apaa ?? usaha baru yak ckckck :P
    #SalahFokus

    Malang betul nasipmu dek #ketcup
    Makanya kalo dibilangin temen harus didengerin ya dek....
    Malam ini kalo ndak kak paksa packing pasti pagi nya rusuh hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Uniii. Ssstt. :p

      Uhuhu. Iya, aku gak hati-hatii.
      Iyaa Uniiii. Hahahaha. Iya, pasti aku ketinggalan kereta lagi. Makasih, Uniii. Mwah. :*

      Hapus
  6. Ampun -_- marak banget ya pencopetan kayak gitu, modusnya sih desak-desakan gitu -_- aku juga paling takut tuh kalau misal pergi ke tempat yang rawan desak-desakan -_- ada enak dan enggknya sih ._. enaknya, bisa desakin cewek. nggaknya, yah, kecopetan

    BalasHapus
    Balasan
    1. DESAKIN cewe. Kacaw. Kak Beby suka didesakin juga gak? *eh :p

      Hapus
  7. Ciyee Rima yang lagi buka usaha kecil-kecilan. :))

    Kamu pake tas ransel ya Rim? Kalo aku sih biasanya kalau pake tas ransel, tasnya ditaruh didepan saat dlm keadaan yg ramai.
    Duuh, bener-bener nggak punya identitas lagi. Wkwkw. Malaikat tak bersayap :D
    Sabar Rim :')
    Semangat ya ngurus identitasnya lagi..

    BalasHapus
  8. lebih milih kehilangan uang deh dari pada kehilangan surat surat penting gitu. ribet dan maha ngurusnya. Semangat ya Rim

    BalasHapus
  9. Gue pernah ngerasain nih. Tpi bukan karena kecopetan. But emang belum punya identitas apa-apa pas di kota orang...
    Satu-satunya yang bisa nunjukin gue siapa itu cuman fotokopi ijazah...

    BalasHapus
  10. Anjir emang rawan banget kalo pencopetan kayak gitu ya. Udah terkenal sih. Makanya gue pengin ikutan nyoba (lho?)
    Rima ampuun! Semoga cepet jadi semua ya kartu-kartu penting di dalem dompetnya!

    BalasHapus
  11. 6 kartu yang hilang :o wooohh ribet ngurusnya kak. Aku dulu pernah juga kak tapi yang hilang hp pas lagi nunggu jemputan di sekolahan dan kena marah sama mama :(

    BalasHapus
  12. Rima sabar ya, memang paling ribet kehilangan surat surat identitas, lebih ribet dari kehilangan pacar.

    BalasHapus
  13. Duh, ceroboh. :))
    Yowes, semoga cepet kelar urus-urus suratnya. Dan yang terpenting belajar dari keteledoran lu ini. Oiya, semoga makin tabah dan rezekinya juga tambah berlimpah, ya! Aamiin.

    BalasHapus
  14. kasihan dompetnya hilang. Mesti lebih waspada. Hanum sahabat yang baik, seharusnya di dengarkan perkataannya. Ini pastinya menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Semua identitas terhapus, menghilang. Lebih baik membicarakan masalah langsung dengan orangtua. Hanum lagi-lagi memberi nasihat yang baik :)

    BalasHapus
  15. Semoga lancar urus surat-surat dan kartu-kartu penting di dompetnya, ya.
    Ingat Ibukota itu lebih kejam daripada ibut tiri. Jadi, bahan pelajaran aja, RIm.

    Btw, lagi buka usaha apa, nih?
    Semoga laris dan berkah usahanya. Aamiin.

    BalasHapus
  16. emang susah kalau hilang kartu macem2 apalagi ktp atau atm susah beud ngurusnya .. ktp sih yang paling sult :(

    BalasHapus
  17. Allahu akbar. Aku ngerti kok perasaan kamu, Rim. Dulu juga pernah ilang dompet, sama tas laptop sekaligus pas tawuran kampus. :'))\
    Yah intinya ikhlasin, deh. In shaa Allah ngurus-ngurus kartu barunya bisa lancar yaaa. Be carefull then :*

    BalasHapus
  18. duuuh rimaaaaa. semoga ga banyak kehilangan lagi. huhuuhu. kebawa perasaan nih bacanya hee.

    BalasHapus
  19. aku juga pernah ngerasain kehilangan dompet, dan untung kembali, karena gak di copet sih, jatoh gitu untungnya yang nemu juga masih kerabatku... aku juga pernh hampir kecopetan di blok m, untung aku krasa terus aku minta kembali dompetnya, dikasih sama copetnya, tuh copet mau gua ajak berntem tapi gue di cegah teman gue...

    BalasHapus
  20. kalau nyimpan hati boleh dimana mana juga gak? #eh

    Ini kok bidadari juga ya? mirip sama deva, atau lagi cuman musiman doang? :v

    BalasHapus

Sudah selesai membaca? Terima kasih! :)
Komentar, yuk!
Sesungguhnya, sedikit komentar dari kalian akan berpengaruh besar untukku.

Rima bersabda:
"Barang siapa yang memberikan komentarnya dengan tulus dan ikhlas, maka akan dilipatgandakan jumlah viewers blognya."