Kejutan Dari September
Bulan September yang sangat-sangat
berkesan.
Sebelumnya, aku mau berterima kasih
sekaligus minta maaf ke teman-teman semua.
Terima kasih masih sudi mampir ke
blog ini dan khilaf membaca tulisan-tulisanku.
Mohon maaf atas apa yang pernah aku
tulis, mungkin ada yang pernah tersinggung atau tersakiti. Aku mohon maaf.
Apalagi bulan ini udah jarang banget update blog. Maaf. :(
Banyak yang mau aku ceritain di
sini. Tentang bulan September ini. Bulan yang penuh kejutan untukku.
Kejutan.
Kamu suka kejutan?
Kamu pernah mendapat kejutan?
Kapan kamu menerima kejutan-kejutan
itu?
Kejutan itu apa, sih?
Kejutan adalah suatu keadaan ketika
mata kamu berdenyut-denyut sendiri. Oh, itu kedutan.
Aku suka kejutan, tapi kalau
dikejutin aku nggak suka. Soalnya aku orangnya kagetan. Kalau kaget, aku
deg-degan. Kalau deg-degan, berarti aku jatuh cinta. Hhh~
Menurutku semua orang pasti pernah
mendapat kejutan. Entah kejutan apa, dari siapa, dan bagaimana. Kejutan tidak
melulu tentang ulang tahun. Dan ketika hanya sedang berulang tahun kamu
mendapat kejutan. Tidak musti. Banyak hal yang bisa dibilang kejutan. Aku mau
cerita beberapa kejutan yang aku alami beberapa hari ini.
Oke. Tarik napas dulu, ya.
Hmmmmppppph~
Haaaaah~
***
Minggu, 20 September 2015
Hari ini aku ke Cilegon naik motor.
Sendirian. Nekat. Aku tidak pernah mengendarai motor sampai sejauh ini.
Biasanya hanya sekitaran Serang saja. Serang – Cilegon bisa ditempuh dalam
waktu setengah jam. Kalau aku yang bawa, yaaa, 45 menitlah baru sampai. Hehe.
Masih di kawasan Serang, di Ciceri.
Aku nggak tau jalan menuju ke Cilegon. Ketika sedang lampu merah, aku bertanya
ke seorang laki-laki paruh baya di sebelahku.
“Permisi, Mas.”
“Ya?”
“Kalau mau ke Cilegon, jalannya ke
mana, ya?”
“Oh, lurus aja, neng.”
“Lurus aja?”
“Iya… atau kalau nggak ikutin saya
aja. Saya juga mau ke Cilegon.”
“Oh, gitu? Iya, Mas. Makasih….”
Lampu pun berganti hijau. Aku
mengikutinya dari belakang. Lambat sekali jalannya. Ya, kebetulan, sih. Aku
juga nggak begitu berani mendahului kendaraan yang ada di depan.
Ketika sudah hampir masuk Cilegon,
si Masnya memberi kode agar aku mendahuluinya. Aku pun mendahuluinya. Dia pun
pindah ke sebelah kendaraanku, beriringan.
“Neng, Cilegonnya di mana?”
“Hah?! Apa??” kataku tak mendengarnya.
“Cilegonnya di manaa?”
“Oh, Halte PCI!” aku setengah
berteriak.
“Haahh??” sekarang gentian si
Masnya yang mendadak gangguan telinga.
Aku mengulang jawabanku sambil
berusaha menoleh ke arahnya.
“HALTE PCI!”
Begitu aku menoleh ke depan lagi….
BRAAAAAAAAAK!
Aku terjatuh. Berusaha menghindari
mobil yang kebetulan memang sedang diparkirkan di situ. Sulit sekali melihat ke
samping kanan sambil tetap mengawasi pandanganku ke depan. Aku tidak fokus.
“Nggak apa-apa, Neng?”
“Nggak… nggak apa-apa, kok. Ha-ha,”
aku malu. Tidak ingin ditonton banyak orang, aku berusaha bangun dengan bantuan
Mas-mas itu. Si Masnya minta maaf, karena sudah mengajakku ngobrol di jalan. Aku,
sih, yang salah. Harusnya minggir dulu, jangan ngobrol di jalan. Hhh~
Aku memeriksa keadaan motor. Alhamdulillah
motornya nggak kenapa-kenapa. Cuma lecet sedikit. Aku pun melanjutkan tujuanku
ke Cilegon yang tinggal sebentar lagi – dengan keadaan lutut kanan yang nyut-nyutan.
Sepulangnya dari Cilegon, aku
memeriksa sumber rasa nyeri itu. Ternyata cuma lecet biasa. Alhamdulillah.
Senin, 21 September 2015
Ketika sedang di kelas, ada pesan
masuk.
“Teh Rima, kalo sempet, beli tinta
hitam 2, magenta 2, yellow 2, cian 1.”
Selesai kuliah, aku pun langsung
berangkat dan mengajak Hanum. Tujuannya adalah ke MOS (Mall of Serang). Tinta printer
di sana lebih murah. Sampai di sana, ternyata tinta hitamnya habis, hanya dapat
yang cian. Aku memutuskan untuk membelinya di tempat lain.
Di parkiran MOS…
“Num, kamu aja, ya, yang bawa motor…
masih nyeri, nih, kakinya…”kataku.
“Ya udah…”
Motor pun sudah keluar dari MOS dan
melaju ke tempat jual tinta printer yang lain. Baru juga beberapa menit dari
MOS, dari belakang ada Polisi yang mengejar kami dengan motornya.
“Mbak, tolong ikut saya sebentar,”
katanya.
Kami hanya memasang wajah bingung
yang mengisyaratkan pertanyaan “Ada apa? Kami salah apa? Mengapa kami berbeda?”
Dengan berbagai banyak pertanyaan itu, kami menurutinya. Daripada dikejar, kan,
malu.
Sampai di posnya, kami turun dan mengikuti
si Bapak Polisi masuk ke ruangannya. Sial.
Pikirku. Ada apaan lagi, sih, ini? Padahal kami sudah pakai helm, dan tidak
menerabas lampu lalu lintas.
“Kenapa, ya, Pak?”
“Lampu stop di belakang motor itu
warna putih, seharusnya warna merah.”
Dengan wajah polos aku bilang, “Emang
iya, ya?”
Singkat cerita. Aku nggak tahu
harus apa. Karena ini pertama kalinya aku ditilang. Si Bapak Polisi yang
Terhormat sempat menyebutkan nominal yang harus kubayar untuk menebus tilang
tanpa disidang. Cukup mencengangkan nominalnya. Akhirnya, aku mengharuskan diri
untuk menelepon Ibu sebentar, dan aku disuruh untuk sidang saja. Oke. Baiklah. Aku
memilih untuk hadir sidang tanggal 30 nanti dan STNK aku pun ditahan.
Rabu, 30 September 2015
Dari jam 7 pagi aku udah stay di kampus untuk hadir praktikum
mata kuliah. Aku sengaja hari ini berangkat ke kampus naik motor. Biar nanti
selesai praktikum aku langsung ke Pengadilan, bareng Hanum.
Aku belum pernah ikut persidangan. Di
bayangan aku, tempat persidangannya itu luas, adem, dan menegangkan. Namun,
ekspetasiku terlalu tinggi. Justru yang telihat malah sebaliknya. Tidak luas,
tidak adem, dan tidak menegangkan.
Panas dan sumpek sekali. Hari ini
banyak yang akan disidang. Aku dan Hanum berdiri di luar ruang sidang sambil
memegang kartu tilangnya.
“Mau sidang?” kata Bapak-bapak di
depanku.
“Iya.”
“Itu kartu tilangnya dikumpulin di
sana, kalo nggak dikumpulin, ya, sampai besok pagi juga nggak akan
dipanggil-panggil.”
Pffft. Malu-maluin si Rima.
Masih di luar ruangan….
“Num, bayarnya di mana, ya?” aku
sambil menatap ke dalam. Ada 3 orang di depan sana. Yang di tengah Hakim,
sebelah kiri Hakim ada seorang perempuan (entah dia sebagai apa, aku lupa),
sebelah kiri Hakim ada seorang laki-laki yang memanggil daftar orang-orang yang
akan disidang.
“Katanya, nanti ada tempat
bayarnya,” jawab Hanum.
“Oh, ada tukang kasirnya gitu, ya?”
Aku tertawa dengan pertanyaanku
sendiri. Iya, nanti habis disidang, bayar di kasir, terus keluar struknya.
Jenis tilang: Tidak pakai helm. Biaya:
Rp. 50,0-
Jenis tilang: Pakai helm, tapi
tidak pakai perasaan. Biaya: Siksa kubur.
Bebas, Rim!
Karena di luar panas, kami masuk ke
ruangan. Dan ternyata lebih panas.
Di dalam, aku menemukan si Tukang
Kasir yang tadi dicari. Di mejanya bertumpuk uang yang sudah disusun agak
rapih. Lumayan, tuh, buat beli mi instan
berdus-dus untuk stock di kostan. Hehe.
Jam sudah menunjukkan pukul
setengah sebelas. Aku dan Hanum mulai cemas, karena jam sepuluh ada kuliah
lagi. Namun, tidak lama dari itu, nama Hanum dipanggil. Aku pun maju untuk
mewakili Hanum (Sssst… aku yang mewakili, soalnya Hanum belum punya SIM). Lagi
pula aku yang salah, meminta Hanum untuk membawa motor. Maaf, Numeee. >.<
“Hanim? Harim?” kata Hakimnya.
“Hanum, Pak.”
“Oh, Hanum…”
“Saya Rima, Pak.”
“Loh? Kamu siapanya? Pacarnya, ya?”
“Hah?? Bukan, Pak. Bukan… saya
temennya. Lagian, Hanum, kan, cewek…”
“Ya udahlah, udah… nggak apa-apa…”
kata Bapak Hakim yang Terhormat, yang seolah-olah menganggap
aku-pacaran-sama-cewek-juga-nggak-masalah.
Lalu satu ruangan sidang yang 97%
lebih didominasi oleh cowok itu pada tertawa. Yak. Jadi….
SIDANG MACAM APA INI, YA
TUHAAAAAN?!
NGGAK ADA SEREM-SEREMNYA.
MALAH LAWAK.
BHAAAAAY MAKSIMAL UNTUK BAPAK
HAKIM.
Nggak sampai lima menit, sidang
selesai. Aku membayar dan langsung ke kampus lagi.
Aku dan Hanum terlambat. Alhamdulillah
masih diperbolehkan masuk.
Skip.
Kuliah selesai. Masih ada waktu
satu setengah jam lagi, aku berniat melanjutkan desain spanduk untuk suatu
acara. Aku pun balik ke kostan.
Dan inilah puncaknya kejutan di
bulan September.
Aku parkir motor.
Aku masuk kostan.
Aku masuk kamar.
Daaaaaan.
Yak!
JENG-JEEEEENG.
Laptop aku nggak ada.
Yang ada hanya tas laptop, charger laptop, batere laptop yang
sengaja aku lepas dan kutaruh di lemari, juga coolingpad.
Sudah kucari. Sepertinya laptop aku…
diambil orang. Entah siapa. Aku nggak berani nuduh siapa-siapa. Aku bingung. Ini
ketiga kalinya kostan aku kehilangan laptop, dengan korban yang berbeda.
Aku nggak nangis sampai kostan
benar-benar sepi.
Data aku. Kenangannya banyak di
sana. Semuanya. Hilang.
Astagfirullahaladzim.
***
Kejutan berturut-turut di bulan
September. Terima kasih, September. Sangat berkesan. \o/
Di balik kejutan-kejutan ini ada
hikmahnya.
Satu. Jangan ngobrol ketika sedang mengendarai. Baik mengendarai
motor, mobil, atau buraq.
Dua. Jangan ganti-ganti lampu stop di belakang motor. Biarkan dia
apa adanya.
Tiga. Jangan taruh laptop atau barang berharga lainnya sembarangan.
Selagi masih bisa dibawa, lebih baik dibawa saja ke mana pun kamu pergi.
Empat. Jangan berpergian dengan meninggalkan rumah atau kamar dalam
keadaan tidak terkunci. Pastikan rumah atau ruangan itu terkunci lebih dulu.
Lima. Jangan takut sama Hakim. Hakim itu nggak serem.
Enam. Rima itu normal. Nggak pernah dan nggak akan pacaran sama
cewek.
Tujuh. Mohon maaf, kalau aku jadi jarang ngeblog. Rima udah nggak
punya laptop lagi. Tapi, gimana pun caranya, aku usahain tetap konsisten
ngeblog.
Delapan. Semangaaaat untuk kita semuaaaa!
Sembilan. Terima kasih udah baca postingan yang panjang ini.
Sepuluh. Ya udah. Gitu aja.
Yaaah Rim turut sedih nih gue bacanya :( banyak banget ya cobaan yang lu tulis itu. Ternyata September emang engga selalu ceria.
BalasHapusBtw kayaknya lu ikhlas banget nih orangnya haha
September memang penuh kedutan.
BalasHapusItu lu nurut bae sama bapak-bapak.
Untung lu nggak disesatin.
Btw, hikmah dan kesimpulannya sangat bermanfaat.
Terima kasih, Gan.
Nggak pake GPS? Oiya, jangan. Nanti makin tersesat.
BalasHapusGue malah belum pernah sidang. Aneh amat itu sidang kayak gitu.
Wah, ending-nya kehilangan laptop. Turut berduka. :(
Turut berduka dan terkejut, Rim :(
BalasHapusudah sembuh neng kakinya?
BalasHapusbenar2 kejutan yang tidak diinginkan :(. semangat Rimaaaa :'D
BalasHapusTurut berduka cita Rim :( Semoga laptopmu cepat kembali dengan keadaan sehat luar dalam. Kalo pun enggak kembali semoga ditempatkan di tempat paling bener. Aamiin.
BalasHapusAnjir banyak banget kisah tragisnya. Huhuhu. Laptop paling bikin sedih. File-filenya. Kenangannya kan kalo gak pake perasaan denda siksa kubur. :( *eh ini apaan sih*
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBenar-benar surprise kejutannya
HapusJatuh>kenat tilang>Laptong ilang
ekh tapi kenapa gak sekalian sama charger'a aja yah ngambil laptop'a :D
aku ambil hikmah yang nomor 5 yang hakim itu gak serem
BalasHapusYang sabar ya,,,ini bagian hidup yang harus kamu lewati,,,semaga bisa mengambil hikmanya
BalasHapusterima kasih sharenya
BalasHapusArtikel yang sangat menarik, kunjungi balik yah gan :)
BalasHapushttp://clayton88.blogspot.com | http://kagumiterus.blogspot.com/ |
http://informasiberitatop.blogspot.com | http://www.layardewasa.top | http://http://pkcinema.com | http://bit.ly/1sAwovI | http://bit.ly/1sUU8dl | http://bit.ly/1ZIdBJv | http://bit.ly/1YjeNnK | http://bit.ly/1WKgJqp | http://bit.ly/1ZIehP9 | http://bit.ly/1sAwovI | http://bit.ly/1UobCKp | http://bit.ly/1S0ZSYr | http://bit.ly/1ZIehP9 | http://bit.ly/1UL7Ia5 | http://bit.ly/1WKgJqp | http://bit.ly/1YjeNnK |
Prediksi Bola
Kumpulan Berita Menarik
Nonton Film Dewasa
Bandar Bola
Agen Bola
Agen Casino
Agen Bola Terpercaya
Main Dominoqq
Agen Poker
Bandar Ceme
Agen Capsa
Agen Poker Terpercaya
Nonton Film Online