Malam Bersama Ayah
“Ayah, ini
tehnya..”
Malam ini
langit pekat. Seperti secangkir teh yang dibuatkan Ibu Azizah, hangat. Terlalu
pekat, hingga tak ada satu pun bintik di sana. Hanya sesekali ada yang
berkilat. Ada yang dipersiapkan langit di sana, rintik.
Perlahan udara
menyentuh kulit Azizah. Dingin. Sama seperti perasaannya saat ini. Ada yang
membeku di dalam hatinya, dan sedang berusaha ia cairkan.
Sudah lama
Azizah tidak duduk berdua dengan sang Ayah, seperti malam ini. Canggung,
mungkin. Padahal Ayahnya sendiri. Dari dua kakak laki-lakinya, Azizah yang
paling dekat dengan sang Ayah. Kata orang, biasanya anak perempuan lebih dekat
dengan Ayah dari pada Ibunya. Begitu pun sebaliknya. Tapi tidak, menurut
Azizah, semuanya sama. Sama-sama dekat. Memang, Ayahnya cenderung lebih banyak
diam dan terkesan tidak peduli. Padahal sebaliknya. Dalam diam, sang Ayah
paling mengerti apa yang Azizah mau.
“Ada apa,
Nak?” Ucap sang Ayah sambil membaca buku tentang keagamaan.
Azizah
terdiam. Menatap langit malam yang terasa kelam. Perlahan matanya mulai
terpejam. Teringat akan masa kecilnya yang bersemayam.
***
Azizah
kecil dulu nakal. Tidak bisa diam. Jika ada suatu hal yang membuatnya
penasaran, pasti akan dicobanya.
Pernah
Azizah menemukan pisau di halaman samping rumahnya. Dengan sifatnya yang serba
mau tahu, diambilnya pisau itu. Kemudian ia memakainya untuk bermain
masak-masakan. Azizah yang bermain sendirian itu mulai sok tahu dan memakainya
seolah-olah ia adalah chef ternama di
dunia. Daun-daun yang asal dipetiknya itu dengan tragis teriris-iris menjadi
bagian paling kecil. Hingga diirisan daun paling akhir, jari mungilnya itu ikut
teriris, tepat di telunjuknya. Melihat darah segar yang mengalir, Azizah kecil
menangis.
Ayah yang
mendengar tangisan Azizah langsung segera menghampiri. Memarahinya dengan bijak.
Tangis Azizah makin pecah. Kemudian sang Ayah pun menenangkan, mengobati
sembari menasehati. Sejak saat itu Azizah lebih berhati-hati dan tidak bersikap
seenaknya lagi.
***
Tanpa sadar
Azizah mengelus jari telunjuknya, bekas goresan pisau.
“Zizah
sudah salat Isya?” Tanya sang Ayah, membuyarkan lamunan Azizah.
“Sudah,
Yah..”
“Alhamdulillah..
Zizah kenapa diam saja? Mau minta bantuan Ayah buat ngerjain tugas lagi, ya?”
Pertanyaan sang Ayah membuat tawa Azizah pecah.
“Bukaaan.
Ayah maaah.” Sisi manja Azizah keluar.
Pikirannya
kembali mengambang dan menepi pada belasan tahun silam, ketika Azizah masih di
bangku Sekolah Dasar. Seperti ada yang memutar film, kembali pada masa lalu.
***
“Jangan lupa salat, ganti baju, makan, kerjakan PR,
ya. Setelah itu baru boleh main.”
“Iyaa, Ayah.”
Ayah selalu
mengantar dan menjemput Azizah ketika sekolah. Setelah itu, sang Ayah baru pergi
ke kantornya lagi.
Azizah
pulang ke rumah dengan bibirnya yang cemberut, lucu. Bingung dengan tugas yang
diberikan gurunya dan harus segera dikumpul besok. Namun, kebingungannya
seketika hilang ketika ada temannya yang memanggil di depan, mengajaknya untuk
bermain. Azizah langsung mengganti seragamnya dengan baju dan celana, salat,
makan, kemudian pergi keluar dengan sepeda kebanggaanya, hadiah dari Ayah
ketika Azizah berulang tahun.
Azizah
kalau sudah pergi main, tidak ingat waktu lagi. Tak terasa waktu sudah sore.
Azizah pulang untuk mandi, salat dan pergi mengaji di TPA (Tempat Pembelajaran
Al-Quran). Ayah selalu mengajarkan Azizah agar jangan lupa salat dan mengaji.
Karena hanya itu yang akan kita bawa ketika meninggal nanti. Amal ibadah dan
perbuatan di dunia ini.
Ketika
makan malam bersama, Azizah dan keluarganya membuka obrolan kecil. Kedua
kakaknya bercerita tentang sekolahnya, Azizah bercerita tentang petualangannya
tadi siang dengan teman mainnya. Suasana meja makan seketika langsung ramai.
Selesai
makan, Azizah membantu Ibu. Setelah itu baru ikut menonton TV bareng Ayah dan
dua kakak laki-lakinya. Azizah yang sudah benar-benar kelelahan itu akhirnya
tertidur di pangkuan sang Ayah. Melihat Azizah sudah tertidur, sang Ayah
menggendongnya, memindahkan Azizah ke kamar. Selalu seperti itu, jika Azizah
ketiduran di ruang tengah. Terkadang Azizah sengaja pura-pura ketiduran agar
digendong Ayahnya sampai ke kamar. Nakal, memang. Azizah yang belum sepenuhnya
tidur itu merasakan sang Ayah mencium keningnya dan menutupi badannya dengan
selimut.
Sulit untuk
nyenyak, ada yang mengganggu pikiran Azizah. PR. Iya, Azizah lupa, belum
mengerjakan PR yang akan dikumpulkan besok. Azizah panik. Tugasnya itu disuruh
membuat gambar. Kebetulan, Ayahnya memang pintar menggambar. Karena mata yang
sudah terlalu berat, ingin cepat tidur, Azizah bangun dan menghampiri Ayahnya.
Dengan keberanian yang dia punya, Azizah menyampaikan maksudnya ke Ayah. Sudah
diduga, sang Ayah memarahinya. Azizah menunduk, merasa bersalah. Melihat reaksi
Ayah yang sepertinya tidak peduli itu pun, akhirnya Azizah pasrah menghadapi
gurunya besok.
Keesokan
paginya, Azizah melihat selembar kertas di meja belajarnya. Kertas itu berisi
gambar yang dia maksudkan ke Ayah tadi malam. Azizah terharu. Ternyata Ayah
begitu peduli padanya. Azizah langsung menghampiri Ayahnya dan berteriak, “Ayaaaaah! Terima kasih gambarnyaa!”
***
Ah, ya,
Ayah selalu menjadi hero buat Azizah. Ayah menjadi segalanya buat Azizah. Ingin
rasanya bisa lebih lama lagi bersama Ayah. Dua puluh empat tahun ini belum
cukup. Belum puas berada di samping Ayah. Azizah tak dapat membayangkan, di
kehidupan sehari-harinya nanti tanpa Ayah di sisi. Namun, cepat atau lambat
Azizah akan menghadapinya. Sebuah hidup yang baru.
“Ayah,
Azizah mau bareng Ayah terus. Ayah ikut Azizah, ya?”
“Hahaha. Azizah
sayang.. Semua orang pasti akan mengalami ini. Ayah tidak bisa bareng Azizah
terus-terusan. Ada saatnya Azizah harus sendiri. Sekarang malaikat kecil Ayah
sudah dewasa, harus bisa lebih mandiri lagi. Lagi pula, Azizah tidak akan
sendiri, ada Fadli bukan? Ayah yakin, Fadli anak yang baik. Dia pasti bisa
menjadi imam yang baik,” ucap sang Ayah menenangkan. Dielusnya kepala Azizah
dengan lembut.
“Iya,
Ayah.. Terima kasih… Azizah sayang Ayah…” Pipi Azizah mulai basah. Dipeluknya
sang Ayah dengan erat.
“Ya sudah..
Azizah istirahat, gih. Besok akad nikahnya. Azizah harus jaga kesehatan. Nggak
lucu, kan, kalau nanti mempelai wanitanya sakit?” Ucap Ayah menggoda Azizah.
“Ihh
Ayaaah… Iya-iya… Azizah masuk ke dalam duluan, ya. Ayah juga, jangan tidur
malam-malam.” Azizah bangun dari duduknya, kemudian mencium kening sang Ayah,
lembut.
Malam ini
adalah malam terakhir Azizah berada di sisi Ayah. Besok Azizah akan menikah.
Perasaan sedih dan bahagia itu menyatu, kemudian pecah.
Langit
sudah siap menjatuhkan rintik. Sama seperti Azizah yang sudah siap menjalani
hidup barunya bersama Fadli, air mata pun kembali menitik.
***
Haloo. Udah 2 minggu aku nggak ikut #memfiksikan. Kalo nggak salah ini #memfiksikan yang ke-10, ya? Hahaha.
Kali ini bikin cerpen lagi, tentang Ayah.
Pas banget, nih, lagi kangen sama rumah. Yaa.. Biasalah sindrom anak kos emang begini. Pffft~
Oke. Semoga terhibur dengan cerpen aku yang ala kadarnya. Hehe. :)
ih kok ceritanya bagus sih :D,, jadi ngiri deh hahaha
BalasHapusIh, kok bisa aja, sih, komentarnya. :D
HapusJadi enak deh. Hahahaha.
Ihhh merinding deh bacanya . . *lalu nutup kulkas*
BalasHapusAlurnya maju mundur terus, tapi asik . . semoga Azizah bahagia dengan Fadli . . :D
Ihhh masa, siiih? *masuk kulkas*
HapusHehehe. Aamiin. Terima kasih udah bacaaa. :p
Hahahaiiii indahnya khidupn bersama ayah. Paling suka kejadian pas jarinya kena pisau hahaha. Ga tau knapa disitu emosinya lebih kerasa.
BalasHapusHahaha. Iyaa. Oh, yaa? Mungkin karena memang di situ ngambil dari kisah nyata. :p
HapusHehehe. Makasih udah bacaaa.
Keren.
BalasHapusBy the way kayaknya kamu cocok nulis tinlit deh. Coba lain kali tokohnya yang remaja banget, maksudku jangan dulu dibikin menikah gitu. Hehehe
Salam kenal ya
Terima kasih. :)
HapusOh, ya? Cuma kayaknya aja kok. Aku belum sekeren itu untuk nulis tinlit. Belum tau apa-apa. Hahaha. :)
Oke. Boleh dicoba. Hehe.
Salam kenal juga, ya.
..... gak bisa ngomong apa2 lagi....
BalasHapusbahasanya ringan , alurnya juga dapet.... ini cerita kayaknya sering di review yah? atau memang penulisnya berbakat ya :p
ditunggu cerita lainnya~
Cieee speechless. Cieee~
HapusSering di review? Maksudnya? :/
Ya ampuun. Berbakat. Entahlah.. Itu berlebihan, sepertinya. :p
Hehehe. Oke. Terima kasih, yaaa. :)
ini sebenarnya impian terpendam rima utk segera menikah juga. Hahaha.. bagus nih cerpennya. alurnya keren. nambah referensi
BalasHapusApa iniiiiii? Kak Arman sok tauuuu. Woooo~ :p
HapusWakakak.
Cieee nambah referensi. Aku nggak nyangka. Serius. Hahaha.
Terima kasiiiih~
Pas baca bagian Malaikat kecil sudah dewasa
BalasHapuskena bgt + membuat saya sedih dan merinding
semoga di pertemukan calon Imam yang baik ya
amin
Hehehe. Aamiin.
HapusTerima kasih Kokoooh sudah bacaaa. :D
Hikkkssss.....
BalasHapusHampir mau nangis waktu bacanyaaa.... Inget ayah di rumah....
Dan aku semacam menjadi Azizah waktu baca cerita ini. karena aku kecil juga nakal seperti Azizah...
Nice cerita mbaaakkk....
*kemudian melipir ngambil tisu ngelap ingus dan air mata*
Aku juga kangen Ayah. Tapi nggak sampe mau nangis pas nulisnya. :(
HapusKita samaa. *tosss*
Terima kasiiih. \o/
*ikut nyumbangin tisuu*merasa bersalah udah bikin sedih*
Kenapa tiba2 sedih ya.
BalasHapusKalo baca tulisan tentang ayah yg putrinya mau menikah, tiba2 jadi gak pengen nikah karena harus ninggalin orang tua.
Tiba2 inget sama ayah. Udah 1,5 tahun gak ketemu beliau dalam nyata. Selama ini hanya melihat lewat layar.
Dan keinget kalo malem ini harus nelpon beliau di skype.
Sama dong kayak cinta? Datangnya tiba-tiba.. :(
HapusWaduuh. Jangan dong, Mbaak. Diajak aja ntar Ayahnya. :')
Hehehe. Memang nggak mau pisah. Tapi pengin nikah juga. Dilema. Haha. ._.v
Wah.. Lama juga, ya... :(
Ayooo nelpooon. :')
Salam buat ayahnya, ya, Mbak. :')
baca cerita ini jadi ingat ayahnya temen yang baru jumat tadi meninggal :(
BalasHapusterus jadi ngingetin aku sama ayah aku juga, ngebayangin gimana nanti kalau ayah mendahului aku, jadi sedih :')
Innalillahi... Turut berduka cita.. :(
HapusYa ampun.. Aku aja nggak sanggup ngebayanginnya. :((
Rimaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa. Pangeran nyes banget baca cerita lu. Pangeran jadi kangen Raja yang jauh di istana. :'(
BalasHapusKarakter Azizahnya membuat Pangeran tenggelam (sumur kali) banget menjamah rasa yang sedang Rima gambarkan.
Deskripsinya bagus, rim. Pangeran jadi tambah ilmu, ni. Rima keren kalo soal Fiksi. :)
Iyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa. Uhuk. Uhuk. Huk. -___-"
HapusNyes, ya, Pangeran? Sama dong. Aku juga lagi kangen sama keluarga... :'(
Asik. Tenggelam. Lain kali Pangeran baca cerpen akunya sambil pake pelampung, ya. Hahaha. :p
Terima kasih, Pangeran! Ya ampun.. Ilmu? Serius? Aku aja masih belajar. :(
Kita sama-sama belajar, yaa. Aku memang keren sejak masih zigot. \o/
cerpen fiksi mantep nih,bisa menyentuh hati gue,yang sama-sama kangen dengan ayah yang jauh disana. ayah memang seorang yang bijak, dan patut di contoh bagi anak laki-laki yang suatu saat nanti bakalan berada di posisi yang sama seperti dia,menjadi imam dalam keluarga.
BalasHapusHehehe. Cieee yang hatinya tersentuh. :))
HapusCieee yang kangen sama ayahnyaaa. Sama. :(
Cieee yang bakal jadi calon ayah. Ehem.
Jadi ini ceritanya flashback azizah menjelang pernikahannya.. Bagus banget ceritanya kak.. Keren.
BalasHapusHadehh jadi kangen sama ayah. Kerjanya di luar kota sekarang.
Sosok ayah emang gitu, diluar keliatan diam, cool gitu. Tapi dalam hatinya rasa sayangnya amat besar
Iya.. Flashback sebelum hari pernikahan. :))
HapusTerima kasih. :)
Iya, kaan. Aku juga ngekos. Udah sebulan nggak pulang. Semoga minggu depan bisa pulang. Duh, jadi curhat. Hahaha.
Yap. Sepakat.
Ini sebagian kayaknya bukan fisi, Rim. Asli. terutama yang tentang masa kecil itu, yang teriris, yang ngerjain tugas. Kalo ngerasa mempelai bakal sedih karena menjauhkan dari ayahnya, kayaknya kalo niah entar, gue ajak aja bapaknya. ibunya gak usah. xD
BalasHapusLah, ketahuan. Ada yang nyadar juga ternyata. Hahaha. Iya, itu kisah nyata. Keren bisa baca. :))
HapusHahahah. Ya, nggak gitu juga maksudnyaaa. Wakakak. Ibunya juga pentiiiiing Kak Haaaw. XD
Enak kali yaa bener punya ayah kayak gitu, hehe. Tulisannya keren nih. Kalo ikut lomba pasti menang. :)
BalasHapusBaca yang bagian akhir jadi sedih. Sedih pas baca ucapan ayah. :'(
Pokoknya ini tulisan keren lah. :)
Hehehe. Ayah aku kayak gitu. :)
HapusOh, ya? Terima kasih. Ah si Ilham bisa aje. Wakaka.
Aku nggak sedih ngetiknya. Hahaha. :'(
Thaaanks! :D
Aaaahhh... Cerpen ini bikin bingung mau komen gimana. Rim, ini keren, banget. :)
BalasHapusKak Agung berlebihaaan. Hehehe. Terima kasih, Kak. :)
HapusTiba-tiba menerawang, membayangkan saat itu tiba.. Huaaaaa.. T_T
BalasHapusHuaaaaaaa.. Sedih, Kak Beby. :'((
Hapuskeren..tulisannya juga menarik buat dibaca hhehe mampir ya ke blog saya di www.sidicka.blogspot.com
BalasHapusHehe. Oh.. Iya, makasih, ya.
HapusAda yang typo, tuh. Mengahampiri Ayahnya. :)
BalasHapusCiyeee, tulisannya keren. Komentarnya juga banyak. Semoga pembacanya makin nambah. :D
Semangat!
Udah diperbaiki. Terima kasih. :)
HapusCiyeee. Makasih loh, ya. Pffft. Ngeledeeek. Masih banyakan kamuuu.
Aamiiin. Wakaka.
Semangat! \o/
2 minggu nggak ikutan memfiksikan, tapi tulisan masih baguuuus gini :D
BalasHapusAku ini loh, belum bisa bikin cerpen :' ajariiiin :'
Hahaha. Ntah dapet ilham dari mana. :))
HapusYa Allah.. Aku juga masih belajar, Kak. Masih amatir. :')
Yuk, belajar sama-samaaa. \o/
walopun cerpen tapi kayak nyata gitu kak.
BalasHapusBerarti emang kangen banget yak ;)
Iya, nggak sepenuhnya fiksi, sih. Ehehe.
HapusKangeeen. Banget. Hehehe.
Hangat ya tulisannya. Udah pengen nikah rim? \:p/
BalasHapusSehangat pelukan sang kekasih. Ehem.
HapusHahaha. Pengin. Tapi bukan sekarang jugaaa, Kak. :p
Sebagai anak kos aku juga jadikangen sama Ayah... jdi kebayang lusa pas udah menikah dgn orang lain gimana ya..udah bukan anak ayah lagi tapi istri orng..bagus cc cerpennya mengalir dn udah ada 10 episode ya..ditunggu cerpen selanjutbyaa
BalasHapusSamaaa. *tossss*
HapusSedih ngebayanginnya, Kaaakk.. :((
Bener tuh. :(
Episode... Udah kayak sinetron.. :'))
Hahaha. Okeee. Terima kasih udah bacaaa, Kak Mey... :)
Kirain ini cerita pribadinya rima. Haha kaget aja namanya kok azizah, eh ternyata bukan. :D
BalasHapusFadli kok jahat banget sih ngambil azizah dari ayahnya. :( #LihatDariSisiLain
Etapi cerpennya keren, gak banyak kata-kata ungkapan jadinya pas baca gak bosen dan ngerti jalan ceritanya. Keep writing princes, dapat salam tuh dari pangeran wortel. Ciee
Hahaha. Sebenernya, sih, ini ada cerita aku yang terselubung gituu. Nggak semuanya fiksi. Wakakaka. :p
HapusIya, Kak.. Terserah Kak Erik ajaa.. :(
Terima kasih. :D
Aku juga masih belajaar. Hehehe.
Okee. Keep writing juga, Kak Erik. \o/
Lah, kenapa ada Pangeran Wortel segala? ._.
Wakaka. Okeee salam kembali. :D
Waahh bagus juga ini ceritanya :O
BalasHapusBtw, salam kenal mbak admin ^_^
Terima kasiih. :D
HapusOkee. Salam kenal juga dari mimin kece~ :3
ho ho jadi keinget ayahku ;')
BalasHapusRimmiiii Daebak, aku gak nangis loh, cuman pipinya basahhh :D
Hehehe.. :')
HapusMakasih Nimas udah bacaaa. :D
Ceritanya kece punya :) Sampai aku kucek - kucek mata bacanya....eh jangan diartikan aku menangis loh, aku enggak LEMAH, cuma hatiku terharu :D
BalasHapusHehehe. Cieee nangis. Nggak apa-apa kok kalo nangis juga. Nggak dosa ini. :p
HapusTerima kasih, ya. :)